JEBAKAN DUNIA MAYA: CANDU, DISINHIBISI, PHUBING

Dilihat: 19 kali
Senin, 03 Maret 2025

Tak jarang tingkah laku seseorang berubah apabila berinteraksi di dunia siber (dunia maya), ketika berada didalam ruang lingkup dunia maya orang-orang kadang mulai bertingkah laku terbalik dari dunia nyata, mulai dari bagaimana mereka tampil di jejaring media sosial, melakukan transaksi jual beli, dan menjalin komunikasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan perubahan tingkah laku di dunia nyata, hingga mengikis kepercayaan akan privasi seseorang di dunia maya dan dunia nyata, hal ini memungkinkan munculnya macam-macam ruang interaksi baru hingga tatanan sosial yang baru (Takwin, B. 2020).

Dunia siber atau yang banyak orang kenal dengan sebutan dunia maya adalah lingkungan yang terhubung lewat internet dimana banyak individu saling mengunggah, dan saling berkomunikasi satu sama lain, dan kini menjadi ruang interaksi baru yang digunakan oleh masyarakat (Takwin, B. 2020), dimana banyak dampak positif dan negatif hadir karena dunia maya ini terutama pada psikologis penggunanya, maka dari itu banyak peneliti yang mengkaji lebih dalam apakah dunia maya mempengaruhi psikologis penggunanya secara langsung. Psikologi Siber adalah satu diantara banyak studi yang menjelaskan tentang bagaimana pikiran manusia berkorelasi dengan tingkah laku nya ditinjau dari interaksi manusia dan mesin, dan makin berkembang seiring dengan masifnya penggunaan internet (Takwin, B. 2020).

Maka dari itu psikologis siber punya peran penting untuk memahami bagaimana seseorang berinteraksi di ruang siber dan bagaimana mereka berinteraksi di kehidupan sehari-harinya. (Takwin, B. 2020), jika seseorang mengakses dunia maya secara berlebihan efek negatif yang terjadi adalah mengalami kecanduan internet (Dewi, K .2016), Ketika seseorang mengalami kecanduan internet, ia akan berpikiran untuk menarik diri dari dunia nyata (Dewi, K .2016), Hal tersebut diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Soetjipto (2004) menyatakan kecanduan internet memiliki gejala psikologis diantaranya perasaan euforia, ketidakmampuan mengontrol diri saat memakai internet, berkurangnya kemampuan bersosialisasi, depresi, suka berbohong, dan bermasalah secara sosial (Soetjipto. H,. 2004).

Hal yang sama disampaikan oleh Young (1998), kecanduan internet secara psikologis melumpuhkan kepribadian yang ada di dalam dirinya, padahal ia punya kemampuan untuk berinteraksi di dunia nyata, hal inilah yang membuat kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi nya kelak menjadi tumpul apabila terus nyaman didunia maya (Dewi, K .2016), bahkan Young and Rogers (1998) menekankan seseorang akan merasa malas untuk berkomunikasi langsung didunia nyata karena lebih nyaman berkomunikasi dengan teman onlinenya di dunia maya, jika terus-menerus seperti ini kelak dampak psikologis yang paling parah ialah kehilangan rasa empati pada lingkungan sekitar.

Sejalan dengan itu Robert Kaunt (dalam Spark, 2013:261) memberikan penekanan bahwa individu yang memakai smartphone terus-menerus secara berlebihan akan mengalami gangguan short attention span atau yang lebih dikenal sebagai gangguan pemusatan perhatian. Jika seseorang telah di tahap ini mereka tidak bisa memahami suatu informasi yang mereka dapat secara utuh, karena terganggu oleh smartphone. Secara jangka panjang penggunaan, jika seseorang menggunakan dunia maya secara berlebihan, mereka akan mengalami gangguan kesehatan, Kaunt juga menambahkan jika anggota keluarga semakin sering menggunakan internet untuk mengakses dunia maya, maka akan semakin besar pula diri mereka akan terisolasi. Selain itu ada pula efek negatif yang menghantui yaitu menampilkan privasi secara berlebihan di media sosial, dan yang saat ini banyak terjadi yaitu tidak bisa lepas dari dunia maya atau handphone.

Inilah yang membawa kita ke pembahasan selanjutnya yaitu phubbing yang berasal dari istilah “phone” dan “snubbing” dan digunakan untuk memperlihatkan sikap saat seseorang menyakiti lawan bicara dengan menggunakan smartphone secara berlebihan baik itu dalam mengakses dunia maya ataupun dalam pekerjaan (Hanika, I. M. 2015). Fenomena ini muncul dari ketergantungan seseorang terhadap mesin atau gadget yang mereka miliki sehingga lebih menjadi apatis terhadap lingkungan sekitarnya. (Hanika, I. M. 2015) Hingga yang seharusnya komunikasi berasal dari hati ke hati, kini menjadi jari ke jari dan yang seharusnya mendekatkan yang jauh kini malah sebaliknya yaitu menjauhkan yang dekat, inilah realita yang terjadi saat ini karena efek dari penggunaan handphone yang berlebihan ini (Hanika, I. M. 2015).

Apa sebenarnya yang membuat mereka yang kecanduan smartphone ini merasa nyaman berlama-lama disana secara psikologis, penulis menemukan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurina dan Alliffatullah Alyu mengenai efek samping mengakses dunia maya secara berlebihan terutama pada remaja, alasan umum secara psikologis seseorang punya kecanduan terhadap dunia maya adalah karena kepuasan diri mereka saat berinteraksi secara langsung tidak terpenuhi, yang akhirnya mereka bergantung kepada komunikasi secara online untuk memenuhi kepuasan dirinya tersebut (Hakim, S. N., & Raj, A. A. 2017).

Kemudian ditegaskan lagi ketika online, individu merasa lebih bersemangat, senang, punya kebebasan, dan merasa dibutuhkan serta didukung, yang berbanding terbalik ketika mereka offline atau terputus dari dunia maya, tak sedikit yang merasakan kesepian, cemas, tidak bersemangat bahkan ada yang merasa frustasi (Neto & Baros, 2000), yang akhirnya mereka cenderung lebih memilih untuk berinteraksi secara online di dunia maya karena merasa lebih aman dibandingkan berkomunikasi secara langsung di dunia nyata.

Dalam penelitian (Hakim, S. N., & Raj, A. A. 2017), didapatkan hasil berupa keinginan untuk mengakses dunia maya ataupun internet selalu datang secara tiba-tiba, dan ketertarikan menggunakan smartphone dan internet datang dari kemudahan menerima informasi, komunikasi yang lebih mudah, namun dari hal-hal tersebut muncul banyak dampak positif dan negatif.

Babington dkk. (2002) membuat golongan gejala-gejala yang muncul pada orang yang kecanduan internet menjadi 2 golongan yaitu yang terlihat dari gejala fisiknya, dan dari gejala psikologisnya, yaitu : 

a.    Gejala Fisik : (i) mengurangnya perhatian terhadap kebutuhan pribadi dan kesehatan (ii) timbul masalah neuromuscular akibat berlebihan menggunakan komputer dan, (iii) timbul masalah-masalah pada tubuh karena berlebihan menggunakan komputer, dalam hal ini seperti gangguan atau berkurangnya waktu tidur, pola makan yang tidak teratur, kesulitan untuk berkonsentrasi, gangguan pada mata dan tulang belakang, dan agitasi psikomotorik (cybershake).

b.   Gejala Psikologis : (i) waktu penggunaan smartphone yang berlebihan serta kelewatan, (ii) merasakan perasaan euforia saat sedang online (iii) sulit bahkan tidak mampu untuk mengontrol perilaku, contohnya sulit untuk berhenti atau mematikan komputer saat online, (iv) sudah mencoba untuk berhenti tapi akhirnya tetap kembali melakukannya, (v) menyangkal dan tidak merasa dirinya sudah kecanduan walaupun gejalanya sudah jelas, (vi) memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosial, karena punya rasa cemas, dan depresi ketika jauh dari komputer pada jangka waktu tertentu, (vii) mengalami masalah dengan keluarga, pekerjaan, dan teman-teman, dan , (viii) mengulangi aktivitas dengan komputer untuk melepaskan diri dari masalah lain atau kecanduan lain.

Ketika seseorang tidak mengakses dunia maya atau dalam keadaan offline, ia akan merasa bingung, bosan, cemas, was-was, tak-karuan, panik, sedih, ketakutan, hingga kesal hati. Bahkan tak jarang mereka tidak beraktivitas dan lebih memilih untuk tidur dan menonton film yang sudah mereka unduh sebelumnya (Hakim, S. N., & Raj, A. A. 2017).

Selanjutnya, ketika mereka sudah bisa mengakses kembali dunia maya atau dalam keadaan online tak jarang mereka akan langsung mengakses media sosial seperti Whatsapp, Instagram, Facebook, Youtube dan Tik tok untuk sekadar mendapatkan hiburan dari sana, perasaan yang mereka alami biasanya senang, bahagia, dan merasa tenang apabila didukung oleh kecepatan koneksi internet yang cepat dan membuat mereka betah berlama-lama di dunia maya, terutama karena ia merasa setengah dari kebutuhannya sudah terpenuhi di gadget nya tersebut (Hakim, S. N., & Raj, A. A. 2017).

Salah satu hal yang membuat internet dan media sosial menjadi menarik bagi orang-orang menurut Suler (2004) adalah adanya peluang seseorang untuk menampilkan diri dengan berbagai cara berbeda, dia dapat mengubah gayanya dengan melakukan eksperimen liar terhadap identitasnya seperti mengubah usia, sejarah, kepribadian, penampilan fisik, hingga jenis kelaminnya. Menurut Suler (2004) juga seseorang bisa mengganti dan menyembunyikan identitas aslinya di dunia maya, inilah salah satu faktor yang Suler katakan sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya online disinhibition effect yaitu anonimitas. 

Online Disinhibition Effect menurut Suler (2004) adalah perilaku yang berbeda yang muncul pada seseorang saat berada dalam keadaan online seperti ketidakmampuan individu dalam mengendalikan perilaku, pikiran, serta perasaan, ketika sedang melakukan interaksi online dan tidak dilakukan ketika mereka offline.

Contoh online disinhibition effect itu ketika seseorang merasa lebih berani untuk menyatakan pendapatnya secara online, sementara dia cenderung lebih pendiam dalam kehidupan nyata, atau ketika individu lebih mudah untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan secara daring ketimbang di dunia nyata karena mereka cenderung lebih pemalu, bahkan ada juga individu memakai kata-kata kasar saat berinteraksi secara online karena merasa tidak adanya aturan dalam menggunakan media sosial (Febrianty. 2024).

Dampak dari online disinhibition effect ini biasanya dipengaruhi oleh identitas persona yang tidak ditunjukan individu dalam interaksinya saat online, dan dapat ditinjau melalui relasi yang lebih dalam melalui pengungkapan identitas secara terbuka yang dapat dilihat dari interaksi interpersonal seseorang saat online, itu disebabkan karena mereka merahasiakan identitas mereka dan merasa lebih aman karena merasa memiliki kebebasan untuk berperilaku tanpa batas, yang terkadang cenderung menimbulkan perilaku agresif (Febrianty. 2024).

Pada akhirnya ketergantungan terhadap dunia maya dan internet dapat mengubah perilaku seseorang yang mengalaminya, terutama berdampak pada perubahan perilaku karena beberapa individu yang kecanduan internet bisa menghabiskan 20 hingga 48 jam per minggu untuk online hal tersebut akan mengurangi jam tidur individunya yang mana sangat penting untuk perkembangan dan kesehatan fisik mereka, dan khususnya punya dampak pada psikologis penggunanya karena individu lebih sering berinteraksi dengan media sosial daripada secara langsung tatap muka, hal ini juga disebabkan adanya fenomena notifikasi terus-menerus dan scrolling yang terus menerus yang dapat mengganggu fokus pengguna karena asyik terus menerus melakukan interaksi di dunia maya hingga mengabaikan hal-hal lain yang jauh lebih penting (Novianti. A,. 2024).

Cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecanduan internet (kdai-online.id) bisa dengan memulai menekuni hobi baru yang tidak menggunakan internet, mulai untuk membatasi waktu penggunaan gadget, menghapus aplikasi yang kurang berguna, menonaktifkan notifikasi pada waktu-waktu tertentu, dan apabila tetap sulit mengendalikan kecanduan internet bisa mencoba untuk berkonsultasi kepada orang tua atau psikiater untuk mengetahui kondisi serta metode yang efektif untuk menghentikan kecanduan internet yang dialami.

Penulis: Sendhy Pratama, Mahasiswa Magang di Jabar Saber Hoaks, Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.